SEDIH! Tak Punya Biaya Operasi Ganti Pen, Santi Sering Merintih Kesakitan Saat Cuaca Dingin


Liputan Viva - Dua tongkat penyangga menjadi alat bantu jalan, Ni Wayan Santi Ariani, saat beranjak dari kamar tidurnya.

Sebuah kecelakan merenggut nyawa ibunya, Ni Ketut Suci empat tahun lalu. Ayahnya I Nengah Sarna  patah tulang pinggul. Sementara dia, mengalami patah tulang kaki.

Namun pelaku penabrak tak bertanggung jawab justru pergi. Warga Banjar Guliang Kawan, Desa Bunutin, Bangli tersebut hingga kini harus menahan sakit. Ia bahkan tak punya biaya untuk mengangkat pen yang tertanam di kaki kanannya .

Remaja 14 tahun ini tak banyak berkata-kata saat dijumpai Tribun Bali di rumahnya. Biaya operasi yang mahal membuat siswi kelas 3 SMP ini terpaksa harus membiarkan pen tulang bersarang di kakinya.            

"Kadang sakit dan sering ngilu saat cuaca dingin,” tutur bungsu lima bersaudara ini lirih, Jumat (14/7).

Sejak setahun lalu, dokter sebenarnya menyarankan operasi penggantian pen. Hanya saja, biaya operasi yang mencapai Rp 15 juta jelas dirasakan terlalu tinggi. Nengah Sarna yang hanya seorang kuli bangunan, kini tak lagi mampu untuk bekerja.

Selain harus memperhatikan anaknya, Sarna juga tak kuat lagi membawa beban berat. Sebab musibah tabrak lari itu juga membuatnya patah tulang pada pinggul sebelah kanannya.

“Semenjak musibah itu, otomatis saya yang merawat Santi mulai dari menggendongnya kalau ke kamar mandi, hingga mengantarjemput ke sekolah. Saat cuaca sedang buruk seperti ini, saya selalu menunggu Santi di sekolah. Saya khawatir, Santi ingin ke kamar mandi, kan lantainya licin,” ucap Sarna.

Sarna menceritakan, musibah itu terjadi pada empat tahun silam. Saat itu, sekitar pukul 20.30 Wita, mereka bertiga hendak mengunjungi cucunya di Abianbase, Gianyar.

Tiba di Simpang empat dekat Lapangan Astina, Gianyar. Sarna yang datang dari selatan menuju ke timur tiba-tiba ditabrak dari belakang oleh sebuah mobil yang datang dari arah timur.

Mereka langsung dibawa ke rumah sakit di wilayah Gianyar untuk medapatkan penaganan medis. Namun, nyawa Ni Ketut Suci tidak bisa terselamatkan. Sementara Santi, harus dirujuk ke RSUP Sanglah untuk mendapat penagangan lanjutan.

“Selama tujuh bulan Santi dirawat di Sanglah, dan telah menjalani delapam kali operasi kulit. Kurangnya biaya juga memaksa saya harus merawat Santi di rumah, sebab saat itu saya menggunakan umum. Apalagi ketika di Sanglah, Santi sempat mendengar jika kakinya akan diamputasi, dan itu membuatnya trauma,” ungkap Sarna.

Santi ketakutan mendengar itu. Sarna pun mencoba mencari alternatif lain. Berdasarkan konsultasi dengan dokter di RSUD Bangli, pen dalam kaki Santi nantinya akan dibuka dan diganti dengan pen yang lebih bagus agar cepat sembuh.

Sarna menuturkan, untuk kebutuhan sehari-hari, ia san Santi bergantung kepada sanak saudara serta anaknya yang telah menikah.

“Sepekan sekali kakak saya datang membawakan beras untuk kebutuhan harian. Kadang saya juga meminta pada anak saya lainnya,” kata dia.

Sarna mengatakan, kejadian tabrak lari tersebut telah dilaporkannya ke Polres GIanyar, namun hingga kini polisi masih belum bisa menemukan pelaku tabrak lari yang merenggut nyawa istrinya itu. (*)

Sumber: Bali.tribunnews.com

Subscribe to receive free email updates: